Cyberspace merupakan media elektronik untuk mencari informasi dan berkomunikasi satu arah atau lebih dimana terjadi hubungan timbal balik didalam nya. Dunia maya ini merupakan integrasi dari berbagai peralatan teknologi komunikasi dan jaringan komputer (sensor, tranduser, koneksi, transmisi, prosesor, signal, kontroler) yang dapat menghubungkan peralatan komunikasi (komputer, telepon genggam, instrumentasi elektronik, dan lain-lain) yang tersebar di seluruh penjuru dunia secara interaktif. Kata "Cyberspace" pertama kali dikemukakan oleh William Gibson seorang penulis novel fiksi ilmiah dalam buku cerita nya yang berjudul "Burning Chrome" pada tahun 1982.
Cyber Crime
Cyber Crime merupakan aktivitas yang menggunakan perangkat komputer dan jaringan nya sebagai media untuk melakukan kejahatan. Contoh kejahatan yang dilakukan di dunia maya adalah pornografi, pembajakan, pemalsuan identitas, perjudian yang dilakukan secara online dan lain-lain.
Contoh kasus yang baru-baru ini terjadi adalah penangkapan WNA asal china yang melakukan penipuan dengan mengaku sebagai aparat kepolisian, berikut ulasan nya :
untuk lebih jelas nya silahkan lihat di http://www.liputan6.com/tag/cybercrime.
Cyber Law
Cyber Law adalah dasar hukum dari segala pemanfaatan dunia maya atau teknologi informasi, Cyber law tidak hanya mengatur tentang tindak kriinal yang terjadi di dunia maya namun juga melindungi pengguna nya, Secara luas cyber law bukan hanya meliputi tindak kejahatan di internet, namun juga aturan yang melindungi para pelaku e-commerce, e-learning; pemegang hak cipta, rahasia dagang, paten, e-signature dan masih banyak lagi. Semua nya tercantum pada Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Berikut contoh undang-undang mengenai penipuan di dunia maya.
Walaupun UU
ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun
terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik
terdapat ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak
menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.”
Terhadap
pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama
enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45 ayat (2) UU ITE.
Cyber Threat
Cyber Threat adalah ancaman yang berpotensi merugikan yang dilakukan pada jaringan komputer menggunakan teknologi informasi dan perangkat penunjang nya untuk mengeksploitasi sumberdaya orang lain. Tidak hanya dari manusia, gangguan dari alam, atau pun putus nya layanan internet yang dapat menggangu kinerja dalam pengolahan data juga dapat disebut sebagai ancaman. Berikut jenis-jenis ancaman yang ada :
Kerusakan Fisik
- Api
- Air
- Polusi
- Iklim
- Seismik (gempa bumi)
- Vulkanik
- Tenaga Listrik
- AC
- Telekomunikasi
- Menguping
- Pencurian Media
- Penggunaan kembali perangkat yang sudah dibuang oleh pihak lain
- Kerusakan Peralatan
- Malfungsi Perangkat lunak
- Kelebihan Beban Kapasitas
- Kesalahan dalam Penggunaan (Human Error)
- Penyalahgunaan Hak
- Penolakan Tindakan
- Mengincar Aset Tertentu
- Mengakses Data secara Ilegal
- Sabotase
- Malfungsi Peralatan
- Malfungsi Perangkat lunak
- Peristiwa Alam
- Kehilangan Power Supply (sumber Tenaga)
- Mengenali masalah namun tidak melakukan prosedur yang ada
- Mengabaikan keamanan jaringan dan kerahasiaan data.
Cyber Security
Cyber Security adalah protokol keamanan yang diaplikasikan kepada komputer dan jaringan untuk menjaga keamanan informasi, Bertujuan untuk membantu menjaga keamanan pengguna dari ancaman penipuan atau indikasi-indikasi ancaman kejahatan dunia maya. Berikut adalah metode pengamanan komputer yang disusun berdasarkan level keamanan :
- Keamanan Level 0, merupakan keamanan fisik (Physical Security) atau keamanan tingkat awal. Apabila keamanan fisik sudah terjaga maka keamanan di dalam computer juga akan terjaga.
- Keamanan Level 1, terdiri dari database security, data security, dan device security. Pertama dari pembuatan database dilihat apakah menggunakan aplikasi yang sudah diakui keamanannya. Selanjutnya adalah memperhatikan data security yaitu pendesainan database, karena pendesain database harus memikirkan kemungkinan keamanan dari database. Terakhir adalah device security yaitu adalah yang dipakai untuk keamanan dari database tersebut.
- Keamanan Level 2, yaitu keamanan dari segi keamanan jaringan. Keamanan ini sebagai tindak lanjut dari keamanan level 1.
- Keamanan Level 3, merupakan information security. Informasi – informasi seperti kata sandi yang dikirimkan kepada teman atau file – file yang penting, karena takut ada orang yang tidak sah mengetahui informasi tersebut.
- Keamanan Level 4, keamanan ini adalah keseluruhan dari keamanan level 1 sampai level 3. Apabila ada satu dari keamanan itu tidak terpenuhi maka keamanan level 4 juga tidak terpenuhi
REFERENSI
- Piramida pengamanan komputer : http://aburizalababil.blogspot.co.id/2012/12/membuat-desain-sistem-keamanan-jaringan.html
- https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_siber
- https://id.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
- https://id.wikipedia.org/wiki/Keamanan_komputer
- https://id.wikipedia.org/wiki/Keamanan_komputer#Metode
B. Contoh Kasus Cybercrime
Berikut ini
saya akan sedikit membahas tentang kasus warga negara asing yang melakukan
aktivitas Cybercrime diindonesia, seperti yang di lansir oleh situs
news.okezone.com kasus ini terungkap ketika petugas imigrasi mendapatkan
laporan dari petugas Aviation Security (Avsec)
Bandara Sepingan pada minggu 3 April 2016. Berdasarkan laporan itu, diketahui
dari 30 WNA, 21 diantara nya tidak melengkapi surat keimigrasian. Petugas
imigrasi kemudian melakukan pemeriksaan dan penyelidikan berkoordinasi dengan Polres
Balikpapan. Dari hasil penyelidikan, ada tiga WNI asal Medan yang diduga
sebagai petunjuk jalan pawa WNA tersebut. Berikut berita selengkap nya :
Selain itu, petugas mengendus rumah yang dijadikan tempat puluhan WNA tersebut melakukan aktivitas cyber crime.
Operasi penggeledahan dilakukan pada Senin 4 April sekira pukul 10.30 Wita di kawasan rumah elite di Jenderal Sudirman RT 19, Kelurahan Damai Bahagia, Balikpapan Selatan. Penggeledahan itu dipimpin Kapolres Balikpapan, AKBP Jeffri Dian Juniarta, serta Kasat Reskrim Polres Balikpapan, AKP Kalfaris Triwijaya Lalo.
Dari dalam rumah berlantai tiga tersebut, polisi mengamankan perangkat elektronik yang diduga digunakan untuk melakukan kejahatan.
Berdasarkan pantauan media, di seluruh jendela dan pintu ditutupi dengan busa yang digunakan sebagai peredam suara. Jeffri mengungkapkan, para WNA tersebut diduga tindak aktivitas cyber crime dengan lokasi di Indonesia.
"Untuk tindak kejahatannya bisa dilakukan di China atau di daerah asal para WNA ini. Dia menggunakan voice internet protocol di Indonesia jadi seolah-olah mereka mengaku bisa sebagai polisi atau aparat di China lalu melakukan rangkaian kejahatan, baik penipuan atau kejahatan lainnya," ujar Jeffri di sela-sela penggeledahan.
Dia menuturkan, untuk sementara para WNA tersebut dititipkan di Rumah Detensi Imigrasi Balikpapan. "Sementara dikenakan Keimigrasian, saat ini kami berkoordinasi dengan Mabes Polri terkait duga cyber crime-nya," serunya.
Kasubsit Penindakan Keimigrasian, Andi Febri Rinaldi, menambahkan para WNA dikenakan Pasal 71 Huruf D UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. "Jadi, ada 12 orang yang lengkap dokumennya, selebihnya hanya fotokopi," tuturnya.
Berdasarkan
kasus diatas para pelaku dapat di jatuhi pasal berlapis, diantara nya adalah :
·
Penipuan
·
Penipuan
online
·
Keimigrasian
Berikut penjabaran
nya :
Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (“UU ITE”)
tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan. Selama ini,
tindak pidana penipuan sendiri diatur dalam Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”),
dengan rumusan pasal sebagai berikut:
“Barangsiapa
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan
hukum dengan menggunakan nama palsu atau martabat (hoedaningheid) palsu; dengan
tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk
menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun
menghapuskan piutang, diancam, karena penipuan, dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.”
Walaupun
UU ITE tidak secara khusus mengatur mengenai tindak pidana penipuan, namun
terkait dengan timbulnya kerugian konsumen dalam transaksi elektronik terdapat
ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang menyatakan:
“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik.”
Terhadap
pelanggaran Pasal 28 ayat (1) UU ITE diancam pidana penjara paling lama enam
tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar, sesuai pengaturan Pasal 45
ayat (2) UU ITE.
Jadi,
dari rumusan-rumusan Pasal 28 ayat (1) UU ITE dan Pasal 378 KUHP tersebut
dapat kita ketahui bahwa keduanya mengatur hal yang berbeda. Pasal 378 KUHP
mengatur penipuan, sementara Pasal
28 ayat (1) UU ITE mengatur mengenai berita bohong yang menyebabkan
kerugian konsumen dalam transaksi elektronik (penjelasan mengenai unsur-unsur
dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE.
Walaupun
begitu, kedua tindak pidana tersebut memiliki suatu kesamaan, yaitu dapat
mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Tapi, rumusan Pasal 28 ayat (1) UU
ITE tidak mensyaratkan adanya unsur “menguntungkan diri sendiri atau
orang lain” sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP tentang
penipuan.
Pada
akhirnya, dibutuhkan kejelian pihak penyidik kepolisian untuk menentukan kapan
harus menggunakan Pasal 378 KUHP dan kapan harus menggunakan
ketentuan-ketentuan dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE. Namun, pada praktiknya
pihak kepolisian dapat mengenakan pasal-pasal berlapis terhadap suatu tindak
pidana yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana penipuan sebagaimana diatur
dalam Pasal 378 KUHP dan memenuhi unsur-unsur tindak pidana Pasal 28
ayat (1) UU ITE. Artinya, bila memang unsur-unsur tindak pidananya
terpenuhi, polisi dapat menggunakan kedua pasal tersebut.
REFERENSI